Cara Meningkatkan Sosialisasi pada anak Autisme


Edward Shils (1968) mengemukakan sosialisasi adalah proses sosial yang dijalankan seseorang atau sepanjang umur yang perlu dilalui seorang individu untuk menjadi seorang anggota kelompok dan masyarakatnya melalui pembelajaran kebudayaan dari kelompok dan masyarakat itu. Sosialisasi sangatlah wajar dalam hidup ini, sosialisasi merupakan faktor yang penting dalam proses interaksi sosial. Apabila seseorang memiliki sosialisasi yang baik maka individu akan diterima dalam kelompoknya maupun lingkungannya. Namun apa yang terjadi apabila individu yang memiliki kecenderungan tidak mampu untuk bersosialisasi.
Salah satunya mereka yang memiliki kecenderungan autis, autis adalah gangguan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku komunikasi dan interaksi sosial. Kelemahan dalam bersosialisasi sangat nyata dapat kita lihat pada anak autisme. Mereka mengalami gangguan interaksi sosal sehingga sulit untuk melakukan sosialisasi dengan teman, guru, keluarga dan lain-lain.
 Contoh perilaku yang ditunjukkan adalah menolak atau menghindar untuk bertatap muka, bila didekati untuk bermain justru menjauh,  tidak berbagi kesenangan dengan orang lain dan kecenderungan memiliki kebiasaaan untuk sendiri dengan sebuah benda atau barang yang disukainya. Keadaan ini sangat membuat  anak autis tidak mampu untuk memiliki teman yang banyak, teman dekat bahkan berkomunikasi saja kurang mampu dan memiliki hambatan yang serius.
Berbagai penelitian melakukan upaya untuk menangani masalah autis khususnya dalam hal bersosialisasi. Salah satunya metode ABA, metode ini adalah metode tata laksana perilaku yang telah berkembang sejak puluhan tahun yang lalu. Penemunya adalah Prof.DR.Ivar O Lovaas dari  Universiats California. Sebelum menerapkan metode ini pada anak, perlu diperhatikan beberapa hal berikut.
a.       Tujuan terapi
1.      Komunikasi dua arah yang aktif
Banyak oran tau anak yang telah merasa puasa dengan komunikasi 2 arah yang pasif. Anak mau menjawab saat bertanya. Hal ini belum cukup, karena dalam kehidupan normal seorang anak dan individu dewasa mampu berinisiatif memulai percakapan. Mereka juga mampu untuk bertanya bila ada hal-hal yang ingin diketahuinya. Tujuan ini harus selalu diingat sehingga kecakapan anak dapat terus ditingkatkan sampai seperti atau mendekati kemampuan ornag yang normal.
2.      Sosialisasi ke dalam lingkungan yang umum setelah anak mampu berkomunikasi, lakukan hal-hal yang menambah generalisasi. Generalisasi menyangkut subyek atau orang lain, instruksi, objek, respon anak dan lingkungan yang berbeda. Dengan memperkaya generalisasi ini, maka anak akan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan baru.
3.      Menghilangkan atau meminimalkan perilaku yang tidak wajar
Perilaku yang aneh perlu segera perlu segera dihilangkan sebelum usia 5 tahun agar tidak menggangu kehidupan sosial anak setelah dewasa. Banyak orangtua yang lebih memprioritaskan pada hal-hal akademik tetapi lalai dalam menangani perilaku yang tidak wajar ini.
4.      Mengajarkan materi akademik
Untuk mengajarkan materi akademik tidak perlu terburu-buru dan jangan dijadikan prioritas tertinggi. Kemampuan akademik sangat bergantung pada inteligensia anak bila IQ anak memang di bawah normal maka kemampuan akademiknya juga pasti sulit untuk dikembangkan. Memang tidak ada salahnya (bahkan memang seharusnya) mengajarkan kemampuan akademik pada anak tapi prioritas utama tetap pada kemampuan komunikasi dan sosialisasi.
5.      Kemampuan bantu diri dan ketrampilan lain
Ini adalah kemampuan yang peru uga dikembangkan bagi setiap individu agar dalam hal yang bersifat privacy, mampu dikerjakan sendiri tanpa dibantu orang lain seperti makan, minum, memakai, dan melepas baju toileting, gosok gigi dsb. Pada anak yang lebig besar dapat diajarkan ketrampilan lain seperti berenang, melukis, memasak, olah raga dsb. Ketrampilan ini akan sangat bermanfaat selain sebagai latihan motorik juga untuk memupuk bakat anak dan mengisi seluruh waktu anak.
Demikianlah salah satu cara yang dapat digunakan oleh orang tua, guru untuk meningkatkan sosialisasi pada anak yang memiliki kecenderungan autis. Cara ini cukup populer dan dikenal dengan keunikannya dalam materi terapi yang digunakan. Untuk itu dibutuhkan ketelitian dalam memberikan  metode ABA agar tidak dalam memberikan terapi. Hal yang sangat penting adalah memahami terlebih dahulu tujuan terapinya, apabila mengalami kesulitan dapat menghubungi terapis atau psikolog untuk memahami step by step metode ABA (antecedent behaviour consequence) tersebut. 




DAFTAR PUSTAKA
Handojo, Y., DR, Dr. (2003) Autisma : Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi untuk Mengajar Anak Normla, Autis dan Perilaku Lain. Jakarta : PT Buana Iimu Populer Gramedia
Mardiyono, A. (2010). http:// www.pdkjateng. go. id / index.php/upt/bpdiksus/196-deteksi-dini autism
Maurice, C. Green, G. , Luce, S. C. (1996). Behavioral Intervention For Young Children with Autism. Texas : Pro-ed Austin


Tidak ada komentar:

Posting Komentar